Skip to main content

Jika semua orang pintar berkomunikasi mungkin tingkat perceraian akan sangat rendah. Ya, komunikasi memang faktor penting dalam sebuah hubungan. Terlebih pada hubungan percintaan. Banyak sekali masalah pada pasangan terletak di buruknya cara berkomunikasi satu dan lainnya juga karena kurangnya strategi tertentu dalam berkomunikasi. Sebagian dari mereka bahkan masih berpikir komunikasi hanyalah sekadar sebuah penyampaian informasi. Padahal sebenarnya komunikasi tidak hanya berarti soal memberitahukan pesan tetapi juga mendengarkan pesan. Itulah yang terkadang kita lupakan atau sebenarnya dipahami namun sulit dilakukan.

Hubungan yang sehat melibatkan komunikasi dua arah yang sehat. Tidak terburu-buru ingin mengemukakan pendapatnya saja hingga memotong pembicaraan sang pasangan dan justru memberikan waktu pada pasangan untuk menjelaskan opininya. Penting juga untuk kita ketahui bahwa komunikasi yang sehat tak melulu soal seberapa sering terjadinya komunikasi tersebut. Bukan harus hadir dan siap sedia layaknya Unit Gawat Darurat, 24 jam sehari. Menjaga privasi pasangan amat perlu diperhatikan, jangan sampai melampaui batas privasi sang pasangan.

Komunikasi yang sehat tak melulu soal seberapa sering terjadinya komunikasi tersebut namun juga menjaga privasi pasangan.

Akan tetapi, setiap orang memiliki kadar privasi itu masing-masing. Ada pribadi yang butuh ruang sendiri lebih banyak sehingga tidak begitu menyukai balas-balasan pesan online setiap saat. Nahsaat bertemu pasangan yang memiliki karakter seperti ini ada baiknya kita sendiri menerapkan pemahaman bahwa meski tidak berkomunikasi setiap waktu dia tetap peduli dan sayang pada saya. Perasaan tenang, aman dan percaya meski tidak selalu berkomunikasi menjadi pertanda hubungan yang sehat. Untuk itu kita butuh membicarakan kadar privasi tersebut dengan si dia. Seberapa banyak dia membutuhkan waktunya sebagai individu. Komunikasi seperti apa yang paling nyaman untuk kedua belah pihak. Kemudian saling berkompromi jika memang ada yang perlu disesuaikan.

Jika memang keduanya setuju untuk sangat terbuka, perlu juga memperhatikan konteks keterbukaan tersebut. Jangan berharap pasangan akan selalu ada kapan pun dibutuhkan meski hanya hal kecil saja yang perlu diutarakan. Ini justru dapat menimbulkan ketidakpercayaan dan jadi memunculkan praduga ketika sesuatu berubah. Dalam otak pun bisa seringkali berpikir: “dia selingkuh tidak ya, sayang tidak ya.” Pun sebisa mungkin tidak membicarakan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak dibutuhkan, seperti meminta pendapat pasangan soal sepele yang harus kita lakukan saat dia sedang mengerjakan sesuatu yang penting. Bisa-bisa kita tidak belajar untuk menyelesaikan masalah kita sendiri, jadi sangat tergantung.

Maka dari itu, keseimbangan dalam berkomunikasi dalam artian ada hal-hal yang disampaikan ada yang kita simpan juga dalam maksud memberikan keseimbangan pada waktu sebagai pasangan dan sebagai individu dapat membuat hubungan jadi lebih sehat. Kita perlu memahami pentingnya pemikiran: saya bisa tetap bertahan dan berfungsi dengan baik meski tanpa pasangan.” Kemudian dilengkapi dengan saling menghormati privasi yang disimpan itu demi mempertahankan hubungan jangka panjang.

Sejalannya dengan konsep komunikasi seperti ini, kita pun harus tetap memperhatikan hal-hal yang disimpan. Kita harus peka mana hal yang dapat membahayakan hubungan contohnya jika ada seseorang yang menaruh perhatian lebih pada kita selayaknya ingin mendekati. Atau misalnya kita merasa cara kita berbicara pada seseorang sedikit menggoda. Sebaiknya, kita tidak menyembunyikan hal-hal yang mungkin menimbulkan masalah di dalam hubungan ini. Lalu kapan waktu yang tepat untuk mendiskusikannya? Saya menyarankan pada saat masa evaluasi hubungan yang sengaja dibuat secara berkala, semisal sebulan sekali. Pada evaluasi hubungan disarankan untuk memberikan tinjauan ulang pada hubungan. Diskusikan apa yang sudah berjalan baik, apa yang belum sehingga meminimalisir kemungkinan terjadinya perselingkuhan.

Pada dasarnya, ada beberapa kasus perselingkuhan yang terjadi dipicu karena adanya masalah pada hubungan, walaupun tentu tidak semua. Ada rasa tidak puas. Sebagian perselingkuhan pun muncul dengan tidak “disengaja”, artinya terjadi bukan karena individu tersebut mencari-cari celah untuk berselingkuh. Awalnya bisa karena tidak-bisanya kita mengungkapkan masalah yang dirasakan pada pasangan kemudian malah memberitahukannya pada orang lain dan merasa nyaman. Berkembanglah pembicaraan tersebut yang kemudian mengarah ke tahap flirting dan lama-lama beranjak ke hal lain. Kala diskusi terbuka tersebut terjadi, pasangan akan lebih kuat dan bersatu menemukan solusi permasalahan dalam hubungan. Akhirnya, kita dan pasangan lebih mudah mendapatkan kesepakatan untuk menyelamatkan hubungan.

Pada dasarnya, ada beberapa kasus perselingkuhan yang terjadi dipicu karena adanya masalah pada hubungan, walaupun tentu tidak semua. Ada rasa tidak puas. Sebagian perselingkuhan pun muncul dengan tidak "disengaja", artinya terjadi bukan karena individu tersebut mencari-cari celah untuk berselingkuh.

Jika dalam satu waktu kita berselingkuh tapi memutuskan untuk memperbaiki dengan pasangan, ada baiknya untuk mengakui kesalahan tersebut. Pada dasarnya keputusannya berselingkuh bisa terjadi karena adanya permasalahan dalam hubungan. Tak berarti dapat menjadi alasannya berselingkuh, tetapi faktanya dia mau kembali dan memperbaiki hubungan harus dibicarakan secara jelas. Berada dalam diskusi dengan orang ketiga (dengan profesional) dapat sangat membantu agar tidak memicu keadaan yang lebih buruk. Bisa-tidaknya dilanjutkan, keputusan tersebut akan muncul saat komunikasi terbuka itu terjadi dan juga ditentukan dengan komitmen kita dengan pasangan.

Original article was published on Greatmind.
Written by a Greatmind journalist based on an interview with Inez Kristanti.
Published here with some necessary adjustments.
Illustration by: Salv Studio.

Leave a Reply